cover edisi 44

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

tabloid sudah terbit kamis  28/10/2010

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Bergelar Ida Dalem Semaraputra di Hari Istimewa

Ir. Tjok. Gde Agung Semaraputra akhirnya dinobatkan menjadi raja Puri Klungkung. Yang mana penobatannya dilaksanakan pada umanis Tumpek Landep (Minggu 10-10-10). Dalam upacara yang digelar sangat meriah di Puri Klungkung ini, Ida bergelar Ida Dalem Semaraputra.

Reporter dan Foto : Budikrista

 

Pada hari yang sangat istimewa yang dipercaya banyak orang yakni pada tanggal 10 oktober tahun 2010 merupakan hari bahagia bagi keluarga Puri Klungkung dan juga masyarakatnya. Di mana pada waktu itu digelar upacara abiseka ratu di Puri Klungkung.

Menariknya selain memakai angka istimewa yakni 10.10 dan 10 jamnya juga ditepatkan mulai jam 10 pagi. Namun demikian sejak pukul 07.00 Wita para tamu dan masyarakat serta tokoh masyarakat se-Klungkung dan puluhan sulinggih turut hadir menjadi saksi acara suci ini.

Sesuai pemandangan di lapangan, para tamu kehormatan baik dari tokoh masyarakat dan juga sejumlah raja-raja dan perwakilan kerajaan se-Indonesia hadir dan duduk berjejer di pendopo Puri Klungkung yang memiliki nilai historik pada zaman dulu. Selain itu masyarakat Klungkung juga hadir menyaksikan upacara dengan berpakaian adat Bali ke pura. Sementara undangan untuk para Sulinggih ditempatkan di dua tempat yakni di Bale Dangin yang ada di depan merajan Agung Puri Klungkung.

Prosesi upacara dimulai dengan upacara mungkah lawang yang dilaksanakan di Gedong Puri Agung Klungkung yang lokasinya berada sebelah barat dari pada pendopo agung. Upacara sacral ini dipimpin oleh pamangku setempat dan didampingi sejumlah pemuka puri.

Selanjutnya setelah upacara mungkah lawang usai, , Tjok. Gde Agung Semaraputra ditandu menuju Merajan Puri untuk dilakukan upacara majaya-jaya dan paseleng.4 Para penandu menggunakan pakaian hitam-hitam dan dengan dua pembawa tedung seperti ibaratnya penobatan raja pada jaman dahulu. Melihat hal ini masyarakat terasa diajak kembali kejaman kejayaan kerajaan Bali yakni raja Waturenggong di Gelgel yang merupakan leluhur dari Puri Agung Klungkung. Pasalnya, saat ditandu kemerajan, para tamu dan masyarakat langsung berdiri untuk menyaksikan momen berharga ini. Tidak luput para media dan fotografer sibuk mengabadikan upacara yang belum tentu ada pada tahun-tahun berikutnya.

Saat ke merajan, Tjok. Gde Agung Semaraputra diikuti istrinya sang istri A.A. Sagung Mas Parasari sebagai pendamping ratu. Dan juga para keluarga puri utamanya anak-anak dari Tjok Agung. Walaupun merajan halamannya luas akan tetapi karena banyaknya keluarga yang ingin menyaksikan terpaksa keluarga dekat saja yang bisa masuk. Beruntung beberapa media diberikan masuk untuk mengabadikan prosesi upacara yang dipimpin oleh Ida Pedanda Putra Tembau dari Griya Aan, Klungkung.

Calon ratu duduk berjejer didampingi istri, keluarga dan sejumlah sulinggih turut mendampingi di bale dauh merajan. Sementara sulinggih sibuk muput upacara. Kemudian upacara di merajan dimulai dan fotografer kembali sibuk mengambil gambar tanpa menghiraukan terik matahari yang kebetuan sangat menyengat waktu itu.

Usai upacara di merajan baru dilanjutkan dengan upacara di Bale paselang yang sudah dipenuhi dengan banten. Selain itu saat itu kebetulan juga para Sulinggih lanang istri yang ada turut langsung menyaksikan sekaligus mendoakan. Upacara dipeselang dipuput oleh Ida Ratu Dalem. Usai itu baru bisekanya diumumkan dihadapan para raja undangan dan masyarakat yang hadir bahkan masyakat semuanya dengan perpanjangan tangan dari media yang meliput saat itu.

 

Perwakilan Raja-raja se-Nusantara Jadi Saksi

 

Salah seorang tokoh puri sempat menyebutkan pembentukan abiseka ratu bukan bermagsud untuk menyaingi pemerintahan yang demokrasi saat ini. Melainkan hal ini merupakan tradisi Nusantara yang sedianya mesti dilaksanakan karena untuk mengingatkan bahwasannya pada jaman dulu nusantara bisa bersatu karena adanya raja-raja.

Saat prosesi upacara di pamerajan, perwakilan raja-raja mulai berdatangan. Seperti perwakilan keraton dan kesultanan/raja-raja Nusantara dan raja-raja di Bali. Di antaranya Ketua Umum Forum Silahturahmi Keraton Nusantara (FSKN) Keraton Surakarta Hadiningrat, Sri Sesuhunan Paku Buwono XIII Tejo Wulan, Puri Pakualam Yogyakarta, KPH Agni Kusumo, Haryo Gunorekso Kesumo Hadiningrat (Keraton Surakarta), perwakilan Kesultanan Serdang, Sumatera Utara, Putri Mira Rosana, perwakilan Kesultanan Palembang Darusalam, Prabu Diraja Badarudin III, Keraton Banjar Kalimantan, Gusti Abidin Syah, Keraton Siliwangi, Ratu Prawira, Kesultanan Samiling Kaltim, Ratu Fahirudin dan lainnya. Mereka duduk berdampingan dengan muspida propinsi bali dan juga tokoh Se Bali yang hadir.

Yang tidak kalah menariknya juga dari penampilan pragina diiringi berbagai tarian sakral (tari wali) di antaranya, wayang, topeng, baris jangkang, wayang wong (parwa), termasuk tarian muslim Rudat yang sudah ada sejak 6 abad silam di Desa Gelgel Klungkung.

Ketua Panitia Tjok. Gde Raka Putra menyebutkan, Abhiseka Ratu pada hakikatnya untuk melanjutkan tradisi keratin. Mendekatkan diri dengan masyarakat sekaligus meneruskan kewajiban menjaga adat, budaya Bali. Pada zaman kerajaan, raja punya kekuasaan mutlak untuk mensejahterakan rakyat. Namun, setelah kemerdekaan, puri tetap eksis berkiprah pada urusan adat, budaya dan agama,” ujarnya. Yang pasti, kata dia, raja (puri) bersama pemerintah sebagai pemegang kekuasaan formal politis tetap berfungsi mengayomi dan mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan, kata dia, tak semata kesejahteraan fisik juga rohani.

Sebenarnya menurut Tjok. Raka, Abhiseka Ratu dirancang sejak 2005 dan rencananya digelar tahun 2008. Namun, saat itu bertepatan dengan 100 tahun Puputan Klungkung. Karenanya, saat inilah kata dia, waktu yang tepat untuk menggelar Abhiseka Ratu yang bertepatan dengan manis Tumpek.

Dulu sebelum Bali menjadi bagian dari NKRI pada 1945, sejarah Bali mencatat peran raja-raja Bali yang sangat heroik untuk mempertahankan Pulau Bali sebagai pusat agama Hindu, terutama paska runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit 500 silam. Atas peran raja-raja Bali, Pulau Dewata saat ini menjadi satu-satunya wilayah di Indonesia yang masih eksis nilai-nilai kehinduannya.

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Dari Karya Pangurip Jagat Bali Kabeh di Pura Pucak Penulisan, Kintamani, Bangli (1)

Bersumber dari Lontar Catur Darma Kalawasan

Rangkaian pelaksanaan upacara Pengurip Jagat Bali Kabeh di Pura  Kahyangan Jagat Pucak Penulisan, Desa Sukawana, Kintamani Bangli sesuai dengan lontar Catur Darma kalawasan, yang mana konon sudah pernah dilaksanakan saat raja Bali terakhir yakni Sri Tapulung yang bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang diperkirak an dilaksanakan sekitar 700 tahun  silam

 

Reporter dan Foto : Budikrista

Sejak dibacakannya dan disalinnya lontar Catur Darma kalawasan krama pangempon pura Pucak Kahyangan Jagat Pucak Penulisan yang ada di Desa Sukawana, Kecamatan, Kintamani, Bangli muncul ide untuk melaksanakan upacara yadnya yang disebut dengan karya pangurip jagat Bali kabeh yang memiliki makna sebagai upaya niskala untuk menciptakan atau membangkitkan kekuatan Bali secara niskala.

Upacara pengurip jagat Bali Kabeh di Pura Pucak  Kahyangan Jagat Pucak Penulisan, Desa Sukawana, Kintamani Bangli dilaksanakan mulai dari 9 Oktober hingga 2 November 2010 mendatang. Pelaksanaan upacara puncaknya pada Kamis (21/10) tepatnya pukul 00.00 Wita yang rencananya dihadiri seluruh masyarakat Kintamani dan tokoh adat serta pejabat tinggi kepolisian dan pemerintahan di seluruh Bali.

“Sejak 9 Oktober lalu dimulai dengan upacara metapakan (mulai upacara) yang dipuput oleh Dane Jero Kubayan paduluan, yang kemudian pada hari-hari berikutnya dilaksanakan membuat segala perlengkapan upacara oleh masyarakat gebog domas yang jumlahnya 30 desa di Kecamatan Kintamani dan satu desa lain yakni Desa Pausan, Payangan, Gianyar,” kata Manggala Prawartaka I Wayan Jasa.

Disebutkan dalam hitungan gebog domas tersebut terdiri dari empat gebog satak (nyatur) yang masing-masing juga mewilayahi desa lainnya seperti gebog satak Sukawana, Gebog Satak Kintamani, Gebog Satak Selulung dan Gebog Satak Bantang.  Selain 1 Desa di payangan juga ada pasemetonan warga Tambyak yang ada di Pecatu, Badung, Jembrana dan Tabanan.

Ia mengatakan dalam upacara ini diperhitungkan menghabiskan biaya sebesar Rp 2,6 miliar yang dananya dihimpun dari urunan warga gebog domas yang terdiri dari 25 ribu Kepala keluarga yang mana masing-masing KK dikenai biaya upacara sebesar Rp 10 ribu saja. Kemudian nanti jika kurang akan diambilkan dari punia-punia (donasi) baik berupa uang maupun peralatan upacara.

Dilaksanakannya upacara ini, kata dia, merupakan titah yang tertuang dalam sebuah lontar yang disebut dengan lontar Catur Darma kalawasan. “Lontar ini baru kami salin beberapa waktu lalu dan dari sana baru diketahui upacara ini ternyata sudah pernah dilaksanakan oleh Raja Bali terakhir yakni Sri Tapulung yang bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang diperkirakan dilaksanakan sekitar 700 tahun  silam,” kata wayan Jasa yang juga selaku Mekel (kades) Desa Sukawana, Kintamani.

Untuk pelaksanaaan upacaranya merupakan tingkatan tertinggi dalam lontar tersebut karena menggunakan 12 ekor kerbau dan 1 ekor kijang yang dihaturkan tepat pukul 00.00 wita pada 21 Oktober nanti. Kerbau tersebut diolah (masak) dengan berbagai jenis olahan. Selain itu juga bantennya semuanya serba 12 yang berisi isi gunung, isi sawah dan isi lautan (melambangkan isi dunia).

Upacara dilaksanakan tepat tengah malam karena waktu itu merupakan masuknya bulan purnama Kelima yang dipercaya sebagai pancaran sinar suci Tuhan  yang tinggi. Selain itu juga ada hal-hal lainya yang unik serta kaitan upacara lain yang mana bisa diikuti pada edisi mendatang.

 

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Diksa Pariksa Ida Bhawati I Gede Kompiang Wiradi  dan Ida Bhawati Istri

Setelah menjalani proses kepemangkuan selama lima tahun lebih, dan bhawati selama setahun, Ida Bhawati I Gede Kompiang Wiradi bersama  Ida Bhawati Istri Kadek Wiwik Trisnaningsih, memutuskan untuk melanjutkan atau meningkatkan kesucian diri ke tingkat yang lebih tinggi yakni menapak ke jenjang kesulinggihan.

 

 

Hal itu dibuktikan dengan dilaksnakannya Diksa Pariksa yang dilakukan selama dua kali yakni pertama pada tanggal 30 September 2010 digelar di Sekretarian Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi Pusat di Jalan Cekomaria, Denpasar. Sementara Diksa Pariksa kedua dilaksanakan di Pura Agung Pasek Sumertha oleh Tim Dhiksa Pariksa PHDI Kota Denpasar.

Lebih jauh dijelaskan, tujuan melaksanakan upacara Dwijati itu adalah selain niat dan keinginan untuk meningkatkan kesucian diri, juga tak terlepas dari dorongan serta desakan umat Panyungsung Pura Agung Pasek Sumertha yang tersebar di enam kabupaten di Bali. Di samping itu, secara niskala juga karena petunjuk Ida Bhatara Kawitan agar segera menyucikan diri menjadi sulinggih.

“Sebelumnya tiang tidak ada niat untuk segera melaksanakan upacara padiksan ini, tetapi karena alasan itu di atas, serta tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, akhirnya tiang memutuskan untuk segera menggelar upacara padiksan ini,” tegas Ida Bhawati yang dikenal ramah ini menegaskan.

Menurut  Ida Bhawati I Gede Kompiang Wiradi ketika diwawancarai di Pasramannya beberapa waktu menjelaskan, upacara Dhiksa Pariksa itu berjalan dengan baik dan lancar. Semua persyaratan serta pertanyaan yang dilontarkan kedua tim dhiksa itu, bisa dijawab dengan baik tanpa hambatan, sehingga Tim Dhiksa sekaligus menyatakan lulus dengan baik dan berhak melaksanakan upacara Dwijati yang dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2010 mendatang.

Runtutan upacaranya yakni tanggal 21 Oktober 2010 dilaksanakan acara Panyembrahma Panglingsir Pura Agung Pasek Sumertha, Dharma Wacana, dilanjutkan upacara padiksan dirangkaikan dengan Ngalinggihang Puja dan Mapulang Linggga.

Sementara, pada tanggal 22 Oktober 2010, tepatnya pada Purnamaning Sasih Kalima, Sukra Pon Wuku Kulantir, dilaksanakan upacara puncak di antaranya atur piuning  Prawartaka karya, sambrama wacana MGPSSR pusat, Sambrama Wacana PHDI Kota Denpasar, Ngewacen Ilikita miwah penyukserahan piagam utawi sertifikat, sambrama Wacana Murdhaning Jagat Denpasar, serta dilanjutkan melaksanakan acara lainnya.

 

Selengkapnya edisi 43

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Ida Pandita Mpu Tirta Jayanti

Demi Melayani Umat, Madiksa pada Usia Senja

Lugu, polos, ramah dan murah senyum. Demikianlah sekilas yang tertangkap dari sosok sulinggih ini saat Bali Aga tangkil di grianya yang berlokasi di kaki Giri Tolangkir atau di kaki Gunung Agung. Tepatnya di Griya Taman Astika Meranggi, Banjar Pasek, Desa Muncan Kecamatan Selat-Karangasem. Lalu, apa saja yang terungkap dari sulinggih yang pada saat walakanya bernama Made Putu Dharma ini? Berikut ulasannya.

 

Selayaknya masyarakat pedesaan, terlebih lagi lahir, besar dan bermasyarakat di pegunungan, pada saat walaka Ida Pandita mengisi hari-harinya dengan bertani. Apalagi latar belakang pendidikannya tidak sampai ke jenjang pendidikan atas ataupun pendidikan tinggi. Otomatis dunia bertani menjadi pilihan profesi untuk menanggung beban ekonomi keluarga.

Jauh sebelum melinggih, Ida Pandita dikenal oleh masyarakat Desa Muncan sebagai krama yang jujur, ulet dan memiliki bakat memimpin. Hal ini kemudian melandasi krama Muncan untuk memilihnya menjadi kelian desa. Jabatan ini disandangnya sejak tahun 1979 hingga 1994 atau selama lima belas tahun.

Masyarakat Desa Muncan ternyata tidak hanya melihat Ida Pandita sewaktu walaka sebagai figur pemimpin dalam dunia sekala. Dengan kata lain masyarakat juga melihat kemampuannya dalam hal mengatur dan memimpin sebuah perhelatan yadnya. Hal ini menjadikan Ida Pandita menorehkan dirinya sebagai seorang pemangku di kahyangan Desa/Puseh setempat yang dilakoninya selama tiga belas tahun.

“Semasih walaka, tiang dipercaya sebagai kelian Desa Muncan selama lima belas tahun,” ungkap Pandita. “Tiang juga dipercaya sebagai pemangku di kahyangan Desa selama tiga belas tahun. Artinya dua puluh delapan tahun hidup tiang abdikan kepada masyarakat dan umat di seputaran Desa Muncan,” jelas Pandita 4 anak ini dengan apa adanya. Dikatakan Pandita lebih jauh, malinggih merupakan tuntunan untuk menjalani hidup sebagai umat Hindu yang bertujuan untuk menyucikan diri.

Di samping itu, malinggih memang bukan untuk muput upacara, tapi mendoakan umat, jagat agar selalu diberikan kerahayuan. Pandita pun memilih madiksa di usia senja, karena kesibukan mengabdi di masyarakat. Lebih-lebih ngayah di tengah-tengah karma desa dan manjadi jan bangul tapakan Ida Bhatara.

 

Periindikan Sulinggih

 

Nama Sulinggih                 : Ida Pandita Mpu Tirta Jayanti

Nama Griya                         : Griya Taman Astika Meranggi.

Alamat Griya                       : Barat Pasar Desa Muncan, Kecamatan Selat-Karangasem.

Didhiksa                              : Bulan Agustus Tahun 2008.

Nama Walaka                     : I Made Putu Dharma

Tempat dan Tanggal Lahir  : 27 Juli 1927

Jumlah Anak                       : 4 orang (1 orang telah meninggal dunia)

Jumlah Cucu & Kompiang : 10 cucu dan 4 kompiang.

Nama Sulinggih Istri          : Ida Pandita Istri Tirta Jayanti

Nama Walaka                     : Ni Nyoman Dundun

Nama Nabe                        : Ida Pandita Mpu Dukuh Jayanti

Alamat Nabe                      ; Griya Agung Nataran Dukuh Badeg

 

selengkapnya di edisi 43

 

 

 

 

 

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Medamplang, Ritual Aneh Bikin Kapok Pencuri di Desa Antugan

Diarak Keliling Desa dengan Barang Hasil Curiannya


“Ritu al mendam plang memi liki makna upacara yang dilakukan oleh seorang pencuri dengan cara berjalan keliling desa diiringi tabuh gamelan gong baleganjur dan juga diikuti masyarakat desa dengan membawa barang curiannya,” ritual yang unik memang, berikut ulasannya.

 

Reporter & Foto : Krista

 

Kabupaten Bangli merupakan salah satu kawasan di Bali yang banyak memiliki tradisi dan ritual-ritual unik yang tidak terdapat di daerah manapun. Salah satunya ritual medamplang yang ada di Desa Antugan, Kecamatan Tembuku, Bangli. “Ritual mendemplang memiliki makna upacara yang dilakukan oleh seorang pencuri dengan cara berjalan keliling desa diiringi tabuh gamelan gong baleganjur dan juga diikuti masyarakat desa dengan membawa barang curiannya,” kata Bendesa Adat Antugan, Nyoman Sudiana (50) saat upacara berlangsung di desa setempat pada Kamis (7/10).

Ia menjelaskan hukuman ini berlaku bagi masyarakat Desa Antugan yang sudah ditetapkan dalam perarem (peraturan) awig-awig (undang-undang) Adat Desa Antugan. Di mana dalam peraturan tersebut disebutkan warga Adat Desa Antugan yang melakukan tindak kejahatan pencurian barang-barang milik adat dan desa akan dikenakan sanksi adat.

“Sebenarnya ada dua pilihan yang harus dipilih di mana sebelumnya dilakukan sebuah musyawarah bersama 42 KK warga adat dan memutuskan hukuman apa yang harus dijalani,” kata pria berambut panjang ini.

Dalam ritual kali ini, ungkap dia, tersangka yang bernama Wayan Patri awalnya dipergoki oleh salah satu warga yang bernama Ni Tesa. Wayan Patri kedapatan mengambil tiga bilah kayu pala di depan Pura Bale Agung setempat pada 19 September lalu. Dan kemudian dilaporkan ke pemuka adat setempat. Selanjutnya dilakukan sebuah musyawarah untuk menentukan sanksi apa yang akan dibebankan. Apakah sanksi hukum Negara atau hukum adat. Dari rapat tersebut diputuskan untuk mendapatkan sanksi adat berupa ritual Medamplang ini.

Setelah disetujui oleh tersangka pencuri, akhirnya upacara digelar pada Kamis, mulai siang hari. Yang dihadiri masyarakat dan ada juga dari pihak kepolisian untuk mengamankan situasi ritual ini. Setelah semua berkumpul, tersangka diberikan pakaian khas dengan wajah dan tubuh dihiasi dengan kapur dan juga arang sebagai tanda bahwa dia melakukan kesalahan.

Setelah menjalani ritual keliling desa, tersangka kemudian sembahyang di Pura Dalem yang mana tujuannya untuk mohon ampunan dan tidak lagi melakukan tindak pencurian lagi. Selain itu jika melanggar akan kena kutukan melarat sampai tujuh turunan.

“Sebenarnya dulu sempat ada ritual ini pada tahun 1963, di mana saat itu tersangka kedapatan mencuri ayam milik desa,” ujar bendesa. Dikatakan, untuk orang yang mencuri di rumah tetangga ataupun di luar desa dan itu bukan barang milik adat maka kasusnya akan diserahkan kepada pihak kepolisian.

Untuk diketahui prosesinya bisa terbilang menarik. Ketika Wartawan Bali Aga ke Desa Antugan saat upacara berlangsung, tampak salah seorang krama naik bale kulkul dan membunyikannya pertanda masyarakat desa untuk berkumpul. Kemudian, datang mobil pick up dengan membawa barang bukti kayu curian yang selanjutnya diturunkan di bale banjar. Saat kayu diturunkan tampak pihak kepolisian Polsek Tembuku dan juga beberapa staf dari instansi di Bangli turut melihat barang bukti kayu pala yang sudah dipotong menjadi 8 bagian oleh pelaku pencurian.

Setelah semua krama berkumpul, sekaa baleganjur pun mencoba gamelannya. Selanjutnya dua orang pecalang menghampiri pencuri yang bernama Wayan Patri ini. Mereka membuka baju dan kemudian memberikan pakaian khas berupa ikat pinggang berisi kayu-kayu yang diruncingkan dan juga badong dengan jenis yang sama yakni ada kayu rincingnya.

Selanjutnya badan dan wajah  tersangka dibubuhi pamor dan arang sebagai make up-nya. Selanjutnya dia diarak keliling desa mulai dari selatan kemudian terus memutar sampai selesai. Dalam perjalanan ini, tampak krama baik dari desa setempat maupun dari desa luar tampak asyik menyaksikan pencuri yang diarak dengan berpakaian aneh dan wajah dengan make up aneh serta membawa satu barang bukti dari hasil curiannya.

Selanjutnya dia dibawa ke pura dalem untuk memohon ampunan dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. “Dengan upacara ini mudah-mudahan pelaku tidak mengulanginya lagi,” ujar Jro Mangku Dalem saat di Bale Banjar setempat.

 

BACA SELENGKAPNYA EDISI 43

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Keutamaan Permata Windu Segara

Tebar Aura Kesejukan dan Kedamaian

Permata Windu Segara merupakan salah satu batu permata yang diyakini para pengoleksinya memiliki kekuatan khusus yakni mampu menebarkan aura kesejukan dan kedamaian bagi si-pembawa maupun lingkungan di mana benda itu berada. Tentu saja mesti diimbangi dengan keyakinan yang tinggi, sehingga benda itu akan dapat berfungsi dengan baik pula. Bagaimana bisa mendapatkan benda bertuah itu? Berikut liputan selengkapnya.

 

Berbicara tentang batu permata, akan sangat banyak dan bahkan sulit untuk menghitung dan menghafalnya. Demikian juga masing-masing batu permata itu terdiri dari berbagai jenis dan masing-masing memiliki kekuatan, aura, serta fungsi berbeda satu dengan yang lainnya.

Di samping itu, biasanya untuk batu permata yang memiliki yoni yang tinggi, sangat sulit untuk mendapatkannya karena memang keberadaannya sangat langka serta sangat erat dengan keberuntungan seseorang atau bisa dikatakan harus berjodoh dengan benda dimaksud. seperti dijelaskan penghobi salah satu batu permata Gede Mariasa asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng.

Lebih lanjut dikatakan, di zaman sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan benda yang benar-benar asli, akibat harganya sangat mahal. Oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab dan ingin mencari keuntungan besar, kemudian membuat benda yang Aspal (Asli tapi Palsu-red).

Untuk itu, disarankan agar selalu berhati-hati di dalam memilih batu permata dan atau benda-benda sakral lainnya. Sehingga tidak menjadi korban penipuan oknum yang hanya mengejar keuntungan besar.

Di samping itu, seseorang perlu mengisi diri dengan pengetahuan tentang benda-benda sakral dimaksud, terutama sebelum mencari benda-benda sakral beryoni tinggi yang diinginkan. Bisa juga dengan cara mengajak orang yang paham, mengerti dan bahkan bila perlu mengajak orang-orang yang memang ahli di bidang itu, walaupun harus mengeluarkan kocek, untuk menghindari menderita kerugian yang lebih besar.

“Tiang menyarankan demikian karena tiang sendiri pernah tertipu dan menderita kerugian, tetapi utung saja dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Ternyata benda yang tiang beli itu hanyalah benda masakan. Sejak saat itu tiang selalu berhati-hati agar tidak menjadi korban untuk yang kedua kalinya,” katanya menegaskan, seraya menambahkan sampai saat ini dirinya mengaku belum pernah menemukan permata Windu Segara itu yang benar-benar asli.

Manfaat dan yoni yang terkandung di dalam permata Windu Segara itu, tiang ketahui dari seorang guru bela diri di suatu daerah yang juga memiliki keahlian di bidang itu. Guru itu mengatakan, batu permata Windu Segara itu memang memiliki kekuatan dan mampu memancarkan aura kesejukan dan kedamaian cukup tinggi, tetapi untuk mendapatkan benda itu sangat sulit karena memang benda itu tergolong benda langka.

Lebih jauh Mariasa menceritakan, Windu Segara sangat cocok dipakai oleh orang-orang yang bertemperamen tinggi, sering kebingungan, serta orang-orang yang menginginkan kesejukan, dan kedamaian.

Karena, permata ini akan mampu mempengaruhi serta menetralisir  sekaligus mengubah kekuatan negatif yang berlebihan di dalam tubuh menjadi kekuatan positif. Sehingga, antara kekuatan negatif dan kekuatan positif di dalam tubuh orang yang bersangkutan akan menjadi seimbang. Dengan demikian orang yang bersangkutan akan dapat merasakan kesejukan dan kedamaian dimaksud.

Selain itu, permata ini mampu memberi vibrasi di sekitar benda itu berada. Di mana, setiap orang yang diajak ngobrol akan merasa betah dan mau mendengarkan apa yang disampaikannya. Permata ini sangat cocok dipakai/dimiliki oleh seorang pejabat/pemimpin, sebab bawahannya akan merasa sejuk dan damai di bawah pimpinannya, sehingga bawahannya akan menuruti semua perkataan pimpinan dimaksud.

Di samping itu, juga sangat cocok dimiliki oleh para pendharmawacana, pemangku, marketing, dan orang-orang yang bersentuhan dengan banyak orang dengan karakter. Tentunya, seperti telah dijelaskan di atas, harus didasari dengan kemampuan, kejujuran, ketulusan serta yang tak kalah pentingnya, keyakinan yang tinggi terhadap kekuatan benda itu sendiri. Biasanya,  lanjut Mariasa, semakin tinggi keyakinan seseorang, semakin besar juga vibrasi yang dipancarkan, demikian juga sebaliknya.

Permata Windu Segara yang asli muncul dan berada di dasar laut. Tetapi seperti benda sakral lainnya, untuk mendapatkan benda yang asli harus melalui proses ritual khusus, tetapi jika sudah berjodoh seseorang akan dengan gampang mendapatkannya, demikian pula sebaliknya.

Biasanya,  lanjut Mariasa, batu permata yang memiliki yoni yang tinggi terdapat di dalam kerang di dasar laut, serta dijaga ikan-ikan yang berbahaya, seperti hiu, dan ikan lainnya. Warna dari batu permata ini adalah bening bergaris merah campur kekuning-kuningan. Permata ini akan memancarkan cahaya pada malam hari saat terkena sinar bulan.

Begitu dipakai permata ini akan langsung memberi rasa kesejukan dan ketenangan pikiran. Terlebih ketika mengalami kekacauan pikiran, batu permata ini akan membantu  menetralisir, sehingga pikiran akan kembali bisa berpikir tenang. Tetapi tak banyak orang yang mengetahui manfaat dan ciri-ciri batu permata jenis yang satu ini, akibat benda ini keberadaannya langka, melainkan hanya orang-orang yang ahli di bidang pengamatan batu/benda-benda bertuah. 

 

BACA SELENGKAPNYA EDISI 43

 

 

 

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Misteri Petirtaan Watugede, Malang, Jawa Timur

Permandian Ken Dedes, Usada Awet Muda

Jawa memang terkenal dengan peninggalan-peninggal sejarah kerajaan zaman dahulu. Salah satunya Petirtaan Watugede di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Konon menjadi tempat permandian Ken Dedes yang terkenal sangat cantik. Banyak orang datang ke sini mengharapkan berkah kecantikan dan awet muda. Untuk mendapatkan semuanya tidaklah mudah, terbukti sudah beberapa kali tempat ini menelan korban jiwa.

 

Reporter & Foto : Ida Ayu Made Sadnyari

 

 

Petirtaan Watugede menjadi salah satu tempat yang dituju ketika acara napak tilas Perguruan Padma Siwa Bhuana beberapa waktu lalu. Tempat ini dipandang menyimpan kekuatan gaib serta menjadi peninggalan sejarah Kerajaan Singosari (1222-1292). Petirtaan ini ditemukan pertama kali oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1925.

Memasuki kawasan Petirtaan Watugede, tampak kolam ukuran besar terbentang dihiasi dua buah pancuran yang mengalir memenuhi isi kolam. Suasana pemandian putri keraton ini memang menenangkan namun jangan biarkan pikiran kosong karena mengundang bahaya. Di bagian luar sudut kolam tampak sebuah pelinggih tempat orang yang datang meletakkan sesaji sebelum memohonkan airnya atau mandi. Terdapat pohon elo di belakang palinggih meneduhi pancoran tempat orang-orang memohon airnya.

Petirtaan Watugede, sebuah pemandian, konon menurut cerita masyarakat setempat petirtaan ini dahulu di jaman pemerintahan Ken Arok merupakan tempat pemandian putri-putri raja, termasuk Ken Dedes biasa mandi di petirtaan ini. Berada 2 km ke timur dari Candi Singosari.

Setelah prosesi mandi di petirtaan ini selesai, keluarga kerajaan menuju candi Sumberawan yang berada disebelah barat Petirtaan Watugede ini untuk bersembahyang. Dahulu petirtaan ini disetiap sisinya dipenuhi arca sebagai hiasan kolam. Keunikan dari arca ini adalah keluarnya air jernih yang berasal dari mata air setempat melalui mulut arca, sungguh indah .

Sayangnya beberapa arca yang menghiasi petirtaan ini sebagian sudah hilang. akan tetapi sisa-sisa keindahan petirtaan ini masih dapat dilihat hingga saat ini. Dari keterangan Toyib, juru kunci tempat ini, untuk mengamankan sisa arca yang ada, akhirnya arca yang tersisa sekitar tahun 70-an dimbil dan diamankan di museum Trowulan Mojokerto.

Sumber air dengan debit yang cukup besar yang tersebar di setiap sisi pemandian adalah salah satu sisi peninggalan yang masih bisa dikenang, dan jika kita sedikit merenung di lokasi tersebut, bisa dibayangkan betapa tempat ini dulunya adalah tempat yang masih satu komplek dengan Keraton Kerajaan Singosari dan tentunya tempat ini dulunya pasti begitu megah dan sakral dan tidak setiap orang bisa masuk.

Meskipun sudah tidak bisa menemukan bentuk petirtaan yang komplit, paling tidak yang masih peduli dengan warisan budaya nenek moyang akan sedikit terhibur dengan rapi dan terawatnya lokasi ini sampai saat ini.

Toyib mengungkapkan, Ken Dedes ketika masih bersuamikan Tunggul Ametung sudah menjadikan tempat ini sebagai pemandiannya. Hingga kini Patirtaan Watugede diyakini masih dijaga oleh Ken Dedes. Hal magis sering terjadi di tempat ini menimpa orang yang datang.

BACA SELENGKAPNYA EDISI 43

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Bebai Mranen

Srana, Getih Wong Kruron

 

Sudah umum didengar oleh krama Bali, bebai, sakit ulian gegaen manusa mengancam jiwa. Apalagi tidak mengetahui prilaku orang yang terkena bebai seolah penyakit medis biasa, tidak mendapat pengobatan yang sesuai, akibatnya fatal. Bebai oleh balian atau orang yang membuatnya bisa diperintah untuk menyakiti orang yang dikendaki termasuk penyakitnya beraneka ragam sesuai dengan sasaran yang dituju.  Bagaimana proses pembuatan bebai serta pengobatannya, berikut liputannya.

Reporter & Foto : Sadnyari

Krama Bali terbiasa mendengar sakit kena bebai, namun belum tahu sesungguhnya apa bebai tersebut. Bagaimana membuat bebai? Menurut penuturan Mangku Made Arnawa, bebai biasanya dibuat oleh seseorang yang menjadi mangku dalem. Namun tidak menutup kemungkinan bebai juga dibuat oleh orang yang bukan mangku dalem. Tentunya hasil dari bebai buatan mangku dalem dan orang biasa berbeda. Bebai buatan mangku dalem lebih mranen.

Ini bukan tuduhan, namun gambaran secara umum. Karena proses pembuatan bebai erat kaitannya dengan Pura Dalem. “Bebai biasanya dibuat oleh mangku dalem karena dalam prosesnya bebai tersebut ditanam di pura dalem. Jika bukan mangku dalem tentu sulit bisa masuk ke pura apalagi sampai menanam srana bebai tersebut di areal pura,” ungkap Mangku Made Arnawa, Perguruan Padma Siwa Bhuana.

Srana yang digunakan membuat bebai adalah getih wong kruron (darah orang keguguran). Melihat dari sarana yang digunakan, ini juga tidak jauh dari keterkaitan dukun melahirkan yang dengan mudah mendapatkan darah orang keguguran melihat kesehariannya menangani orang yang melahirkan.

Lebih lanjut diungkapkannya, setelah mendapatkan darah wong kruron, ditaruh pada tempat aman kemudian dibuatkan upacara/banten mapagedongan layaknya upacara bayi dalam kandungan.

Di sinilah nunas panugrahan dari Ida Betari Durga, kemudian darah itu ditanam di Pura Dalem selama 42 hari. Doanya sangat pingit, untuk menutup kemungkinan bagi orang yang ingin menggunakan pengetahuan ini untuk berbuat jahat maka tidak disertakan.

Setelah 42 hari (a bulan pitung dina), darah diambil dan dibuatkan banten dapetan. Kemudian selesai upacara, darah ini  dibawa ke setra dan ditanam selama 11 hari, dimohonkan kepada bhuta yang ada di kuburan. Tentu dengan doa khusus.

Setelah waktunya 11 hari, darah kembali diangkat dari setra, dibuatkan banten kadi mapapasaran, dan kembali ditanam di dalam pasar selama 7 hari. Ini juga menggunakan doa khusus.

Begitu 7 hari ditanam dalam pasar, darah diupacarai dengan banten kepus pungsed, kemudian ditanam kembali di perempatan jalan selama 3 hari. Doanya sangat pingit tidak disertakan di sini. Begitu selanjutnya darah diambil dan dibuatkan upacara pacolongan, kemudian lagi ditanam di dapur selama 2 hari.

Setelah 2 hari, dibuatkan upacara atau banten patelu bulanan dan ditanam 1 hari di hadapan kemulan. Terakhir barulah dibuatkan banten otonan, otonin kadi ngotonin wong, adudus, aprayascita, dan setelah selesai lakukan andewaseraya, wehakena kawisesan (kekuatan).

Ini berarti bebai telah maurip, barulah bisa diperintah sesuai dengan kehendak, terutama untuk membuat orang menjadi sakit. Bisa juga diperintah untuk hala lain, yang aneh-aneh tidak masuk akal sehat (logika) seperti mengangkat barang seperti terbang, menarik barang berat, dan lain sebagainya. Salah satu contoh bebai yaitu I Mas Rejek Gumi.

selengkapnya baca edisi 43

 

 

Kategori:unik

Oktober 28, 2010 Tinggalkan komentar

Dukungan untuk Situs-situs Hindu

Majalah Hindu Today dan akademi Himalaya membentuk situs Hindu terbesar dengan sumber-sumber online lainnya. Lebih dari seratus ribu halaman dengan informasi yang akurat tentang Hindu. Untuk mendukung situs kampanye sedang diluncurkan dengan tujuan cukup sederhana meningkatkan $ 50.000, cukup untuk mendukung situs setahun. Anda dapat menyumbang dengan mengklik pada “sumber” di atas. (https: / / www.himalayanacademy.com/donations)

Sumber hanya sedikit tapi kebanyakan otoritatif, seperti ensiklopedia dan buku-buku yang degan  editor terlatih dan dan fakta. Kami cepat menyeberangi jembatan ke sisi lain, dan sekarang kita menemukan diri kita dalam situasi yang berlawanan.

Ada informasi musim hujan dari segala macam sumber.  Setiap detik, ratusan juta dari kami di seluruh dunia mencari ke Internet untuk mendapatkan informasi mengenai topik-topik yang menarik bagi kita, termasuk Hindu.  Apa yang kita butuhkan sekarang adalah pengetahuan terorganisasi yang dapat mengandalkan yang asli.  (*)

 

Kategori:unik