Beranda > Tenget > Di Balik Magisnya Prosesi Pengabenan Minak Jinggo di Alas Purwo, Jatim

Di Balik Magisnya Prosesi Pengabenan Minak Jinggo di Alas Purwo, Jatim

Diwarnai Berbagai Kegaiban dan Keajaiban

Prosesi upacara pengabenan Minak Jinggo yang berlangsung sangat sederhana itu, diwarnai berbagai keajaiban dan kegaiban. Di tempatnya prosesi pengangkatan kepala Minak Jinggo, puluhan penampakan sempat terekam di kamera wartawan TBA. Begitu memasuki perbatasan hutan Alas Purwo, rombongan disambut puluhan ribu kupu-kupu putih. Pun, setibanya di sekitar pura, tiba-tiba rombongan disambut suara petir menggelegar cukup keras serta suara burung gagak dan  di saat prosesi penyatuan jazad  berlangsung, puluhan ekor ikan berloncatan di tengah laut. Seperti apa jalannya prosesi pengabenan itu? Berikut perburuan wartawan Bali Aga ke Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.

Rombongan berangkat dari Bali menuju Trowulan, Mojokerto Jatim menggunakan 6 buah kendaraan. Rombongan yang berasal dari Karangasem berangkat melalui jalan jurusan Singaraja-Karangasem, sedangkan rombongan dari Denpasar melalui jalan jurusan Denpasar-Gilimanuk, kemudian bertemu di Dermaga Ketapang, Banyuangi.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, rombongan Karangasem yang beranggotakan tiga mobil sampai dengan selamat di Pelabuhan Penyebranagan Ketapang, Banyuangi. Sesampainya di sana, Bunda Ratu bersama anggota rombongan yang lain, sempat kebingungan mencari rombongan Denpasar yang tadinya menghubungi lewat ponsel akan menunggu di dermaga dimaksud.

Keanehan pun terjadi, di mana rombongan dari Denpasar yang dipimpin I Gusti Agung Harsana dari Puri Kamasan, Sempidi, Badung yang semestinya lebih dahulu tiba di Dermaga Ketapang,Banyuangi justru tiba belakangan dari rombongan Karangasem di bawah pimpinan Bunda Ratu Ardenareswari Masceti.

“Padahal, sebelumnya rombongan Denpasar mengatakan lebih dahulu berangkat dan akan menunggu di pelabuhan dimaksud. Mestinya kan lebih awal tiba di Dermaga Ketapang. Tetapi kenyataannya, justru rombongan dari Karangasem yang lebih dahulu sampai,” ujar Jro Mangku Nyoman Suarjana yang tiada lain adalah suami Bunda Pertiwi dengan nada keheranan seraya mengatakan, mungkin memang tidak diboleh mendahului Bunda Ratu, melainkan harus berangkat beriringan.

Selanjutnya dengan beriringan, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Trowulan, Mojokerto, lewat jalur utara yakni melewati hutan jati. Sepanjang perjalanan menuju Trowulan, Mojokerto beberapa kali sempat salah jalur, sehingga harus bertanya kepada warga yang ditemui, sehingga tidak sampai tersesat.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya rombongan memutuskan untuk beristirahat melepas lelah sekaligus membersihkan diri dan minum kopi di salah satu pom bensin yang berada tak jauh dari lokasi rumah Jro Mangku Pura Majapahit, Jro Mangku Srikandi.

Setelah badan terasa segar kembali, rombongan lanjut menuju ke rumah Jro Mangku Srikandi. Di sini, rombongan disambut Jro Mangku bersama suami, sekaligus berkesempatan menikmati suguhan seadanya, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan sesuai jadwal yang telah diprogramkan.

Roh Minak Jinggo Turun Lewat Raga Bunda Pertiwi

Sebelumnya, sekelompok spiritual yang juga merupakan salah satu pretisentana-nya Minak Jinggo, raja Blambangan yang tersohor ini mendapat pawisik agar jasadnya disatukan dan dibuatkan sebuah upacara pengabenan, walaupun dengan cara sederhana sekali pun. Konon, Beliau meninggal akibat dimutilasi (badannya dipotong-potong kemudian dibuang di tempat  terpisah).

Selama ratusan tahun, tidak ada satu pun orang yang mau memperhatikan jasadnya itu, sehingga awrahnya terus tung-katung tidak tentu arah. Sampai akhirnya Minak Jinggo mendatangi salah satu pertisentana-nya walaupun tidak secara garis vertikal yang ada di Bali, meminta bantuan untuk menyatukan anggota tubuhnya sekaligus membuatkan upacara pengabenan.

Ditemui di sela-sela kesibukannya melaksanakan upacara pengabenan di pantai selatan sekitar kawasan hutan Alas Purwo, I Gusti Agung Anom Harsana dari Puri Kamasan Sempidi, Badung ini menjelaskan, prosesi pengabenan ini berlangsung berawal dari sebelumnya I Gusti Agung sempat dirundung masalah berat dalam keluarganya.

Sampai akhirnya, sekitar tahun 2000, di tengah kebingungannya itu Gusti Agung bertemu dengan salah seorang paranormal yang bernama Pak Putu. Dalam pertemuannya itu, Pak Putu tahu persis apa yang menyebabkan dirinya didera permasalahan yang sangat berat itu. Penyebabnya tiada lain, karena masih ada leluhurnya yang terkatung-katung dan berada di laut. Untuk itu, jika ingin keluar dari masalah berat itu, Gusti Agung diminta untuk mengangkat leluhurnya yang konon dibunuh secara massal dan dimutilasi.

“Tiang sempat heran, kenapa Pak Putu itu tahu persis masalah yang sedang tiang alami/hadapi, padahal sebelumnya tidak pernah bertemu terlebih saling kenal. Akhirnya, sampai di Puri, tiang berusaha mencari tahu/menelusuri leluhur yang dimaksud. Tetapi, setelah ditanyakan ternyata tidak ada leluhur yang belum dibuatkan upacara. Tiang kembali dibuat bingung dan terus menjadi beban pikiran,” ujar I Gusti Agung Harsana menjelaskan, seraya menambahkan berbekal keyakinan penuh, berusaha mendak leluhurnya dimaksud dan selanjutnya dilinggihkan di puri.

lengkapnya baca TBA edisi 4

Kategori:Tenget
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke baliaga Batalkan balasan